Tidak banyak band beraliran progresif rock/metal di Indonesia. Sekalipun ada, nyaris hanya seumur jagung. The Miracle, band yang merilis debut album Them (let him make his choice…) Maret 2008 lalu, mencoba bertahan di tengah badai musik melayu yang menginvasi dengan menyuguhkan nuansa Dream Theater, Symphony X, bahkan Rush dalam setiap racikan aransemen lagu-lagu mereka.
Cerita berawal dari band bernama X-Part yang berdiri pada 1998. Sebuah band yang awalnya sering membawakan lagu-lagu classic rock yang
kemudian mengubah konsep musik mereka menjadi lebih progresif. X-Part
sempat disebut ‘raja festival’, namun nyatanya band ini malah bubar di
tahun 2000, lantaran beberapa personelnya harus melanjutkan studi ke
luar negeri.
Setelah empat tahun vakum, tahun 2004 Reza (drummer) yang merupakan mantan drum-tech
X-Part mengajak Faisal (gitaris) untuk membangunkan X-Part dari tidur
panjangnya dengan konsep ‘Dream Theater Cover Band’. Nama The Miracle
pun muncul menggantikan nama X-Part. Nama ini diambil dari judul lagu
Dream Theater di album Images and Words, “Metropolis Pt. 1: The Miracle and The Sleeper.”
Singkat cerita, beberapa personel sempat
keluar masuk karena berbagai alasan dan peristiwa. Termasuk Sandy
(vokalis) yang meninggal di tahun 2006. The Miracle nyaris membubarkan
diri karena kepergian Sandy yang notabene salah satu pendiri band ini
bersama Reza dan Faisal. Tapi berkat keteguhan hati dan totalitas
personelnya, The Miracle bisa bertahan dan berhasil menemukan pengganti
Sandy pada diri Chemmy hingga terbentuklah formasi yang dianggap terbaik
sepanjang perjalanan The Miracle; Reza (drum), Faisal (gitar), Yessi
(kibord), Chemmy (vokal), dan Vedy (bas).
Bermodalkan musikalitas yang tinggi,
improvisasi yang luas, serta motivasi yang kuat akhirnya The Miracle
berhasil meluncurkan album perdana mereka pada 6 Maret 2008. Sebuah
karya brilian dari para pelaku seni muda Tanah Air yang berisi lagu-lagu
apik dan beraroma progresif ala Dream Theater. Nuansa “Forsaken”,
“Great Debate”, hingga “About to Crash” bisa kita temukan di album itu.
Biar mirip, tapi bukan berarti
menjiplak. Pengaruh band atau musisi luar yang sudah punya nama sangat
lumrah bagi setiap band baru di manapun. Malahan, di salah satu radio
swasta Jakarta pada 11 Maret 2008, Faisal, sang gitaris sempat berucap
kalau dia juga menyukai Helloween dan Yngwie Malmsteen selain Dream
Theater. Tak hanya musisi luar negeri. Dengan penuh kebanggaan dan
ketulusan hati, Faisal menambahkan kalau dirinya juga mengagumi Eet
Syahranie dan Rhoma Irama.
Pernyataan yang cukup masuk akal, mengingat Eet merupakan virtuoso
gitar Tanah Air yang amat disegani. Sementara di tangan Rhoma Irama,
dangdut tidak lagi didominasi suara tabla (instrumen khas India) tetapi
raungun gitar ala Ritchie Blackmore.
Saat ini, The Miracle tengah menyiapkan album keduanya. Proses penggarapan album ini kerap ‘terganggu’ dengan job-job yang
menuntut mereka membawakan lagu-lagu Dream Theater. “Mau nggak mau kita
tinggalin dulu proses bikin albumnya. Kalau dua-duanya dikerjain malah
gak ada yang beres,” begitu ucap Reza.
Meski demikian, The Miracle mengaku
sudah jenuh dan mual saat membawakan lagu-lagu Dream Theater di atas
panggung. Alasannya, mereka kadang dipaksa membawakan lagu yang
sebenarnya mereka sendiri tidak mau. Semoga rasa bosan itu hanya sebatas
meng-cover lagu-lagu Dream Theater dan tak menyebar ke ranah
kreativitas mereka dalam merampungkan album kedua yang tentunya sangat
ditunggu-tunggu pecinta musik rock yang mendambakan kualitas musik rock
berbobot. Pasalnya, sejauh ini The Miracle telah diakui para pengamat
musik sebagai salah satu band yang berhasil memberi angin segar dan
nuansa baru di blantika musik rock Negeri ini. Prog on!
+http://www.likethisentertainment.com/story/main-band-profile/444.html+
No comments
Post a Comment
Blogwalker yang bijak selalu meninggalkan jejak berupa saran dan komentar :)